Waktu sudah menunjukan pukul tiga, meski aku telah beberapa kali terbangun sebelumnya tapi kali ini aku harus benar-benar terjaga. Aku duduk dan mengusap kedua mataku. Alarm yang telah ku set sebelum tidur menjadi penanda agar aku segera beraktivitas, menyiapkan menu sahur.
Sebagai manusia "manja" yang tidak pernah merasakan "indahnya" hidup nge-kost, menyiapkan menu sahur sendiri nyatanya tidak mudah. Selain harus berjuang melawan kantuk, aku juga harus memutar otak mencari menu yang bisa memancing selera makan. Tapi masalah itu sepertinya segera terpecahkan, karena hanya ada dua bungkus mie instan yang bisa ku masak. "Ah, rupanya hari ini adalah hari keberuntungan ku", batinku. Aku menghela nafas.
Sayup-sayup suara marbot masjid yang sedari tadi mengingatkan sahur masih terdengar, ketika semangkuk mie rebus sudah ada di hadapanku. Bukannya sombong, mie instan bukanlah makanan asing bagiku meski bukan anak kost. Di "pengasinganku" (baca: tempat tugasku), menu "meteorgarden" istilah untuk kami menyebut mie, telor, garam dan sarden, adalah lauk atau menu pokok yang sulit terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Jika nasi dengan lauk sarden atau telur dadar tidak bisa menggugah selera makan, biasanya pelarianku adalah mie instan. Dua bungkus mie goreng yang cara masaknya direbus tersebut selalu tanpa sisa. Itu cukup mengganjal perutku hingga beberapa jam.
Sayangnya untuk kali ini aku harus menanggalkan "rekor" makan mie ku itu. Seleraku benar-benar lenyap entah kemana. Baru beberapa sendok perutku sudah terasa eneg. Aku menuang segelas air putih dan menenggaknya, berharap bisa menetralkan selera makanku, namun semua sia-sia.
Aku kembali menuang segelas air putih, dan membuka sebungkus roti. "Semoga aku kuat menjalani hari ini", doaku dalam hati.
Selain wujud ketakwaan kita kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, aku percaya puasa memiliki banyak manfaat. Selain untuk kesehatan, berpuasa juga membuat kita bisa merasakan penderitaan rakyat miskin, korban perang dan anak-anak terlantar. Karena tidak sedikit dari mereka yang ber "puasa" tanpa tahu kapan bisa berbuka.
Aku juga salut untuk mereka yang bisa hidup berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun melewati setiap Ramadhan dengan kesendirian, terpisah dari keluarga dan orang-orang terdekat mereka karena berbagai keadaan.
ARTIKEL TERKAIT:
0 komentar:
Posting Komentar