Mjumani.net – Udara segar berbalut sinar hangat mentari menemani perjalanan Saya, Andi, Isak dan Ari. Maklum, meski jam sudah menunjukan pukul 07.00, hamparan persawahan yang berada di sisikkiri dan kanan jalan masih memberikan terapi yang menyejukan. Apalagi, hari Minggu adalah hari libur dimana arus lalu lintas sepanjang jalan Gubernur Syarkawi yang juga dikenal dengan jalan lingkar utara ini relatif lebih lenggang dari biasanya. Awal yang sangat baik memulai perjalanan yang tidak hanya akan menyita waktu seharian tetapi juga menguras tenaga dan menguji ketahanan.
Akses Jalan Dari Desa Awang Bangkal Menuju Rantau Balai |
Berangkat dari kediaman saya, di bilangan Handil Bakti, sebenarnya kami sepakat untuk berangkat lebih pagi namun. Namun, karena harus menunggu dua rekan lagi, kami akhirnya berangkat satu jam kemudian. Rute yang dipilih adalah Jalan lingkar atau Jl. Gubernur Syarkawi – Jl. A. Yani, Jl. Ir. PM Noor, desa Awang Bangkal dan berlanjut hingga jalan yang masih dalam proses pengerasan menuju Desa Rantau Balai, Kecamatan Aranio Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Meski terbilang lancar, perjalanan menuju Desa Rantau Balai bukan berarti tanpa hambatan. Hanya kurang lebih 15 menit berselang dari titik keberangkatan, motor saya mengalami kebocoran ban. Dalam situasi ini, berangkat pagi-pagi terlebih di hari libur justru kurang menguntungkan. Beberapa bengkel dan tambal ban yang saya jumpai ternyata masih tutup. Beruntung bengkel ke empat yang saya singgahi sudah menampakan tanda-tanda kehidupan. Meski belum membuka layanan bengkel, namun sang pemilik ternyata sudah bangun dan bersedia menjadikan saya sebagai customer pertamanya.
Perjalanan yang cukup panjang tentu tidak akan afdhol jika belum sarapan, untuk mengganjal perut yang belum sempat terisi karena harus berangkat pagi-pagi, kami singgah di perempatan Jl. Gubernur Syarkawi – Jl. Martapura Lama atau simpang empat Sungai Tabuk. Di sini ada beberapa warung tradisional yang menyediakan jajanan kue dan nasi bungkus. Ada beberapa variasi lauk yang disediakan,mulai dari telur hingga ikan air air tawar lokal. Saya memilih menu nasi kuning dengan lauk Burung Puyuh goreng. Sedangkan ketiga teman memilih lauk yang variatif, hati, ikan gabus atau haruan dan ayam. Selain rasanya lumayan, harga di sini juga bersahabat, jadi cukup recommended buat sahabat yang juga ngetrip dengan low budget.
Rantau Balai |
Dengan kecepatan relatif sedang, kami tiba di Desa Awang Bangkal sekitar pukul 09.20 atau sekitar dua jam dua puluh menit perjalanan dari titik keberangkatan. Tentu saja waktu tempuh ini membengkak karena harus mengganti ban dalam motor yang bocor dan sarapan. Di Awang Bangkal, kami tidak langsung menuju Awang Bangkal Barat, tetapi terlebih dahulu mengisi bahan bakar di SPBU mini atau APMS (Agen Premium & Minyak Solar) yang terletak di sebelah kiri jalan Jl. Ir. PM Noor , desa Awang Bangkal, beberapa ratus meter setelah simpang menuju Desa Rantau Balai.
Jika dari arah Banjarmasin atau Banjarbaru, letak simpangan menuju Rantau Balai terletak di sebelah kiri tak jauh sebelum SPBU Mini atau APMS, namun karena kami mengisi bbm, maka setelah selesai harus memutar balik dan mengambil belokan ke kanan. Terakhir kami membeli air mineral sebagai persediaan selama menempuh perjalanan kurang lebih 1,5 jam menuju Desa Rantau Balai sebelum melewati jembatan permanen yang melintasi sungai Awang Bangkal yang menghubungkan Awang Bangkal Timur dan Awang Bangkal Barat. Setelah mengikuti jalan aspal utama, kami sampai di Jalan lebar yang masih dalam tahap penimbunan dan pengerasan. Oh ya, ada beberapa persimpangan jalan beraspal sebelum tiba di jalan yang masih berupa pengerasan ini jadi jika merasa tidak yakin atau bingung, dapat bertanya pada masyarakat sekitar.
Jalan yang kami lewati ini adalah bagian dari jalan tol Banjarbaru – Tanah Bumbu. Meski masih dalam tahap pengerasan dan penimbunan, ruas jalan ini sejak sekitar tahun 2017 lalu telah membuka akses transportasi darat bagi beberapa desa yang terletak di sekitar Waduk Riam Kanan, di antaranya Desa Bunglai, Desa Sungai Luar, Desa Apuai, Desa Rantau Bujur dan Desa Rantau Balai.
Perlu kehati-hatian saat melewati jalan ini, terutama untuk ruas jalan hingga desa persimpangan Desa Bunglai, karena selain banyak bukit dengan tanjakan dan turunan yang curam, batu split atau pecahan batu gunung yang masih berupa bongkahan dapat membahayakan terutama bagi pengendara kendaraan roda dua. Motorpun dituntut bekerja lebih keras, rem dan gear sebaiknya di cek terlebih dahulu sebelum melintasi jalan ini. Jika tidak, rantai yang kendor dapat menjadi masalah seperti yang di alami motor rekan saya. Akibat beban tanjakan dan jalan yang tidak rata, rantai motornya menjadi kendor dan sempat dua kali lepas. Beruntung di Desa Apuai, kami sempat bertemu warung sekaligus “bengkel”. Sehingga walaupun agak kesiangan kami masih dapat melanjutkan perjalanan. Jalan dari Desa Apuai relatif lebih mulus hingga sampai di Desa Rantau Balai.
Tiba di desa, kami menyampaikan perihal tujuan dan menanyakan guide yang bersedia mengantar kami ke Puncak Pahiyangan dan Air Terjun Minanga kepada warga di sana. Nampaknya, warga Rantau Balai sudah cukup terbiasa dengan kedatangan pelancong seperti kami, sehingga tak berselang lama, kami diperkenalkan dengan seorang pemandu bernama Masdari. Setelah berbincang-bincang termasuk menanyakan perihal biaya jasa guide akhirnya kami berangkat. Sebagai catatan, tarif guide ke Puncak atau Gunung Pahiyangan sekali naik adalah Rp. 100.000 rupiah, jika ingin ke Air Terjun Minanga maka tarif tambahan juga sebesar Rp. 100.000 rupiah. Namun, biaya ini tidak selalu baku artinya pada kondisi tertentu dan keahlian nego anda, tarif bisa saja lebih murah. So, buat kalian yang low budget dan berangkat dalam tim kecil silahkan coba di nego, siapa tau anda juga beruntung seperti kami.
Peristirahatan Kedua, sebelum menjajal trek terakhir menuju puncak bukit Pahiyangan |
Trek menuju Bukit atau Gunung Pahiyangan berada diseberang sungai, untuk menyeberanginya biasa menggunakan perahu motor atau kelotok kecil. Sebaiknya jangan coba-coba menyeberang dengan berenang ya, karena menurut guide kami di sungai ini ada buayanya, terutama saat air dalam. Setelah menyeberangi sungai, kita akan memasuki areal landai dengan pepohonan yang cukup teduh, diikuti jalan setapak yang cukup terbuka mulai menanjak. Meski kemiringannya tidak seberapa, namun berjalan ditengah terik matahari cukup menguras fisik. Di sini ada batu besar yang menjadi chek point pertama sebagai tempat beristirahat.
Jalur berikutnya semakin menguras stamina, dimana kemiringan trek sudah hampir mencapai 45 derajat. Kanopi pepohonan yang cukup rapat dan meneduhkan tak mampu membendung tubuh untuk tetap berkeringat. Saya dan Ari beberapa kali harus berhenti sejenak mengambil nafas sebelum kembali melanjutkan langkah. Tempat peristirahatan kedua kami adalah sebuah pohon dengan tajuk yang cukup lebat. Jika di titik perhentian pertama kami hanya beristirahat sekitar lima menit, di sini kami masih perlu tambahan beberapa menit lagi untuk menghimpun tenaga melanjutkan trek terakhir.
Meski dari segi jarak, trek terakhir tidaklah terlampau jauh namun tingkat kesulitannya terbilang lumayan terutama untuk pemula. Selain kemiringannya rata-rata di atas 45 derajat, pagar pengamannya pun masih sangat minim padahal di beberapa titik, sisi kanan jalur hanya beberapa puluh centimeter dari jurang. Walaupun tertatih-tatih, tim kami berhasil tiba di puncak dengan torehan waktu satu jam. Waktu tempuh ini adalah waktu rata-rata, jadi ibarat lomba meski pemula kami masih berada diperingkat tengah.
Puncak bukit atau gunung Pahiyangan adalah spot wisata alam yang menyuguhkan view atau pemandangan alam. Melalui puncak bukit atau gunung ini, kita bisa menikmati pemandangan Waduk Riam Kanan, sungai serta hutan yang berada di sekitar. Jika beruntung kita juga dapat melihat burung Enggang atau Rangkong melalui atas puncak bukit ini. Sayangnya saat kedatangan kami, kawasan ini sedikit berkabut/asap. Sehingga keindahan pemandangan alam sedikit berkurang.
Berkaca dari kondisi ketika mendaki bukit Pahiyangan, sesungguhnya saya pesimis bisa melanjutkan ke Air Terjun Minanga, tetapi entah bagaimana setelah beristirahat di rumah pohon di puncak bukit ini, dan menyantap bekal yang kami bawa stamina saya rasanya pulih seperti sedia kala. Akhirnya keputusan kami bulat untuk tetap menuju Air Terjun Minanga.
Rute menuju air terjun tersebut ternyata relatif lebih ringan dibandingkan menuju puncak bukit. Setelah menuruni bukit kembali melalui jalur yang sama kira-kira setengah jalan kami tiba dipersimpangan dan mengambil jalur ke kanan. Treknya relatif landai dan teduh. Setelah melewati beberapa aliran mata air serta satu turunan dan trek menanjak, kami tiba di Air Terjun Minanga. Sebenarnya, saat di desa kami sudah di ingatkan bahwa saat ini debit Air Terjun Minanga sedang kecil karena tidak ada hujan dalam beberapa waktu terakhir. Jadi, kami tidak terlalu kecewa saat berada tepat di bawah air terjun yang hanya mengalirkan sedikit air ini. Adapun kenapa kami tetap melanjutkan hanya karena ingin menjawab rasa penasaran dan melihat langsung.
Tiga teman saya langsung mandi di bawah guyuran air terjun, sedangkan saya memilih menjadi fotografer saja. Di lihat dari penampilannya, Air Terjun Minanga memang cukup wow jika debit airnya cukup deras. Jika datang di musim penghujan tentunya dapat melihat keindahan penuh dari air terjun ini, tetapi barangkali trek yang mungkin licin juga akan menjadi lebih berat dari sekarang.
Tips bagi anda yang ingin Ngetrip ke Bukit Pahiyangan dan Air Terjun Minanga
1. Buat rencana yang matang, apakah ingin Pulang Pergi atau menginap.
2. Jika menginap, sebaiknya siapkan tenda meskipun melalui guide bisa meminjam terpal sebagai tenda darurat.
3. Cek dan periksa kondisi kendaraan anda baik menggunakan motor atau mobil
4. Jika ingin menikmati air terjun Minanga sebaiknya pada bulan-bulan yang curah hujannya sedang, tidak sedang musim kemarau
5. Persiapkan fisik, terutama bagi anda pendaki pemula
6. Bawa bekal dan barang secukupnya saja saat ke puncak Pahiyangan.
2. Jika menginap, sebaiknya siapkan tenda meskipun melalui guide bisa meminjam terpal sebagai tenda darurat.
3. Cek dan periksa kondisi kendaraan anda baik menggunakan motor atau mobil
4. Jika ingin menikmati air terjun Minanga sebaiknya pada bulan-bulan yang curah hujannya sedang, tidak sedang musim kemarau
5. Persiapkan fisik, terutama bagi anda pendaki pemula
6. Bawa bekal dan barang secukupnya saja saat ke puncak Pahiyangan.
ARTIKEL TERKAIT:
2 komentar:
Jalannya bisa pake mobil smacam jazz gak ya?
Sepertinya bisa aja, karena sewaktu kesana ada lihat mobil sejenis. Tetapi tentu akan lebih aman dan nyaman jika menggunakan mobil yang lebih tinggi.
Posting Komentar