Kamis, 16 April 2009

Hutan Gelam


Hutan Galam (Malaleuca cajaputi Powell ) di Kalsel Terdesak Konversi Pertanian
Ekosistem hutan galam yang unik di Kalimantan Selatan hingga kini makin menipis dan terus terancam konversi lahan untuk pertanian dan permukiman. Padahal, kayu galam merupakan komoditas penting di Kalsel untuk bahan utama fondasi rumah di lahan rawa-rawa.
Pantauan di berbagai kawasan rawa di Kalsel, kawasan rawa-rawa di pinggiran Kota Banjarmasin yang dulu berupa hutan kini sudah menjadi areal terbuka. Di berbagai lokasi yang dulu termasuk pedalaman kini sudah bertebaran perumahan yang dibangun oleh pengembang.
Di Kecamatan Gambut dan Kecamatan Aluh-Aluh, Kabupaten Banjar, misalnya, yang dulu identik dengan hutan gambut yang ditumbuhi kayu galam kini sudah hampir tidak ditemukan lagi. Areal terbuka di hutan gambut dan rawa-rawa telah membuat daerah tersebut selalu terbakar jika kemarau dan selalu tergenang banjir jika musim hujan.
Hingga kini eksploitasi kayu galam di hutan-hutan rawa-rawa dan gambut terus berlangsung marak karena galam merupakan satu-satunya kayu yang andal untuk dibuat fondasi di daerah berair.
"Musim hujan dan banjir seperti ini justru dimanfaatkan warga untuk menebang kayu galam dari hutan. Mereka memanfaatkan ketinggian air banjir untuk menarik kayu dari hutan ke sungai," ujar Suhariyono, warga Kuripan Barito Kuala.
Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Barito Kuala Iwan Hernawan menjelaskan, galam merupakan komoditas penting Kabupaten Barito Kuala dan hingga kini Barito Kuala masih menjadi produsen utama. Namun, dia akui kini kayu galam mulai langka. "Sekarang susah untuk mencari galam ukuran besar dan lurus," ujarnya.
Eksploitasi di luar hutan
Di Barito Kuala eksploitasi galam diatur hanya untuk kawasan di luar hutan. "Ada 17 perusahaan yang ditunjuk menjadi pengumpul kayu galam ini dan semua produksi kayu galam legal di Barito Kuala dipungut retribusi untuk pendapatan asli daerah sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2000," ujarnya memaparkan.
Di Barito Kuala galam tumbuh di berbagai areal, termasuk di pekarangan rumah warga. Karena itu, pemerintah tidak mungkin mengendalikan eksploitasi galam karena tanaman tersebut sudah seperti tanaman perkebunan yang bisa hidup di sembarang tempat.
Pihaknya menganjurkan warga masyarakat agar menanam kembali hutan galam untuk mengimbangi penebangan.
Produksi kayu galam di Barito Kuala per tahun mencapai 20.000 meter kubik sehingga menjadikan kabupaten itu sebagai penghasil galam terbesar di Kalsel. Walaupun galam merupakan salah satu bahan baku utama pembangunan rumah di Kalsel, hingga kini kelestariannya terabaikan.
"Musuh utama masa depan kayu galam adalah konversi lahan untuk pertanian dan permukiman," ujar Iwan menambahkan. Pemerintah tidak bisa melarang konversi itu karena memang lahan galam yang dikonversi merupakan hak milik warga.
Akibat hutan rawa habis
Sementara itu, banjir susulan kembali melanda Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, Kalsel, kawasan penyangga Kota Banjarmasin yang selama ini dikenal sebagai "bekas" hutan rawa-rawa dan gambut. Kawasan rawa yang kini dipadati dengan permukiman penduduk dan menjadi ruas utama Provinsi Kalsel itu tergenang banjir beberapa hari terakhir ini karena kiriman air dari arah hulu.
Di Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, Kalsel, Rabu, perumahan di sisi utara jalan utama yang menghubungkan Kota Banjarmasin dengan Kota Banjarbaru tersebut kini mulai terendam banjir. Beberapa sekolahan di daerah itu pun tergenang halamannya.
Tahun ini kawasan tersebut memang belum dilanda banjir besar-besaran seperti setahun lalu. Warga menuturkan, sebenarnya hujan di sekitar kawasan gambut tersebut tidak terlalu deras. Namun, karena air gambut dan rawa-rawa yang sudah rusak mudah jenuh oleh air, maka hujan yang tak seberapa pun mudah menggenangi permukiman di sekitarnya. (amr) Dikutip dari harian Kompas edisi Kamis, 12 Mei 2005.

ARTIKEL TERKAIT:

mjumani, Updated at: April 16, 2009

0 komentar:

Posting Komentar

 

mjumanion