Persepsi masyarakat tentang kesuksesan sepertinya masih banyak salah kaprah. Masih banyak masyarakat terutama orang tua masih beranggapan bahwa PNS adalah satu-satunya pekerjaan yang layak bagi anak-anak mereka, dan itulah alasan sebagian besar mereka menyekolahkan putra-putrinya hingga ketingkat universitas atau perguruan tinggi. Bahkan beberapa orang tua ada saja yang tidak mengijinkan anaknya menggeluti pekerjaan lain selain menjadi PNS atau Pegawai Negeri Sipil, padahal pekerjaan yang di gelutinya menghasilkan pendapatan yang jauh lebih besar dari penghasilan PNS bahkan pekerjaannya mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi pencari kerja yang lainnya.
Berikut ada sebuah kisah nyata yang menurut saya cukup menarik untuk di cermati dan di ambil hikmahnya terutama untuk mengubah mindset atau pola pikir khususnya orang tua terhadap anak-anaknya yang ingin mencari pekerjaan.
Melepas omset puluhan juta rupiah perhari demi upah 2 juta per bulan.
Seorang sarjana lulusan sebuah perguruan tinggi memiliki sebuah pemikiran yang sebenarnya kreatif dan maju, sayangnya pemikirannya ini tidak sejalan dengan orang tuanya. Dengan ketekunan dan keseriusannya dia berhasil mengelola sebuah peternakan ayam yang tidak hanya bisa menyuplai kebutuhan di daerahnya tapi juga di daerah hingga provinsi lain. Kesuksesannya mengelola peternakan tidak hanya memberikan omset puluhan juta rupiah setiap harinya tapi juga mampu menyerap lapangan pekerjaan dengan mempekerjakan belasan orang.
Namun kesuksesannya ini tidak bertahan lama, orang tuanya yang "mohon maaf" memiliki pemikiran sedikit tertinggal memiliki pandangan lain. Setiap hari selalu saja ia bergumam di depan anaknya "Percumalah kalau sekolah tinggi-tinggi kalau cuma jadi peternak ayam, tamatan SD atau yang tak sekolah juga bisa". Perkataan ibunya ini mulanya di tanggapi biasa, namun perkataan ini di dengarnya setiap hari, setiap ketemu bahkan kapanpun setiap ada kesempatan ibunya selalu saja "menceramahinya". "Cobalah kau daftar CPNS sana, tentunya harkat martabat keluarga kita akan sedikit lebih baik dari sekedar peternak ayam". Karena terus menerus di "cermahi" seperti itu rupanya sang anak akhirnya menyerah juga, suatu hari di dengarnya ada penerimaan CPNS di sebuah instansi pemerintah, berbekal ijazah SMA (karena formasi yang ada hanya untuk lulusan SMA) Ia akhirnya lulus dan menjadi PNS di Departemen Agama. Akhirnya Dia melepaskan peternakannya dan menjadi PNS yang upahnya sekitar 2 juta/bulan. Sebagai gambaran jika pun golongannya naik maka gajinya tidak akan sampai 5 jt perbulan, jauh dari omset peternakanya yang mampu meraih puluhan juta per hari. Namun sang orang tua sepertinya sudah puas, karena kini anaknya sudah menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil dan menurutnya pekerjaan PNS jauh lebih bermartabat dibanding hanya seorang peternak.
Cerita di atas memang bisa membuat orang bergeleng kepala, namun itulah nyatanya di masyarakat. Ada banyak cerita seperti kasus diatas di mana penyebabnya tak lain adalah masih banyak masyarakat yang belum mengerti benar bahwa sesunggunya akan lebih baik kalau kita mampu menciptakan lapangan pekerjaan bukan hanya sebagai pencari apalagi hanya berharap kepada pemerintah. Tak mengapa kalau memang negara membutuhkan, namun moratorium CPNS yang berlaku 1 September 2011 adalah sebuah indikasi bahwa sebenarnya negara sudah memberi isyarat bahwa jangan terlalu mengandalkan pemerintah. Sebagai gambaran 60-90% Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dihabiskan untuk membayar gaji PNS, ini artinya hanya ada beberapa persen yang bisa digunakan untuk benar-benar membangun daerah.
Kenyataan hendaknya bisa sedikit menggeser pola pikir masyarakat khususnya mindset bahwa sukses identik dengan PNS, dan tujuan dari kuliah di perguruan tinggi atau universitas adalah untuk mengejar PNS. Sehingga setiap lulusan perguruan tinggi khususnya lulusan perguruan tinggi yang dipersiapkan untuk tenaga administratif harus melirik dan memikirkan pekerjaan di sektor lain sebab moratorim CPNS masih memberlakukan pengecualian untuk CPNS bidang kesehatan seperti dokter serta bidang pendidikan misalnya dosen. Sedangkan CPNS untuk tenaga administratif sudah dianggap cukup banyak sehingga tidak perlu menambah dulu tetapi hanya menggeser atau menyeimbangkan daerah yang kekurangan dengan daerah yang kelebihan dengan cara menggeser atau mutasi pegawai.
Tips Menghitamkan rambut, mencegah ketombe dan mengatasi kebotakan :
ARTIKEL TERKAIT:
6 komentar:
bailang
PNS satu ja unggulnya , PENSIUN alias jaminan masa depan,, hehe.
O eeh sakalian
Umpat mamparkanalkan blog hanyar auk
Korea Terbaru
Salam blogger banua :)
setuju sama gaptek, n kalo menurutku lebih keren jadi pengusaha biarpun acak2an, he , ,,
salam blogger banua , ,,
kalo mau hidup standar pilih PNS, kalo mau hidup menantang pilih WIRAUSAHA!!! ^_^
btw follow blog pian kdd jadi kada kawa follow balik nah :)
ya menurut mega kembali kepada orangnya lah...
kalau orang itu mau jadi PNS dan Merasa tercukupi dengan gaji PNS ,apa salahnya....
Tapi jika orang itu mau berkembang dan tidak mau hidupnya cuman jalan ditempat...ya jadilah pengusaha yang sukses...
tapi sekali lagi itu tergantung keputusan orang tersebut...
@Untuk Cangkal
Haha, kayak rambut aja acak-acakan...
@ Mega
Sebenarnya disini cuman pengen bahwa pola pikir masyarakat hendaknya sedikit lebih modern, karena umumnya persepsi masyarakat menilai menjadi PNS sedikit lebih bergensi dibanding, swasta, satu hal lagi kalau persepsi ini tidak di ubah tentunya Indonesia akan lambat berkembang.
yang mereka cari adalah kepastian dan keamanan...
mungkin walaupun sudah omsetnya puluhan juta, menurut dia atau orang tuanya, itu tidak pasti, bisa saja dikemudian hari malah rugi puluhan juta...
kalau PNS kan sudah pasti gajinya, sudah pasti pensiunnya dan sudah pasti SUSAHnya... hehe
Posting Komentar